Rabu, 22 Maret 2017

Rahajeng Alfiatu Z.
Arang Hitam

Sebuah nama sebuah cerita. ”Kak Uwa” Nama yang membuat cerita ini bermula. Kak Uwa yang profilnya selalu mengisi kolom pojok kiri atas di mading sekolah kami. Aku mengenalnya meski kami beda tingakat, bukan hanya aku yang mengenalnya teman satu kelasku pun banyak yang mengenalnya. Tapi aku mengenlya hanya sebatas mengetahui namanya. Tidak ada yang kurang juga tidak ada yang dilebih-lebihkan
                Senin, 2 November 2015, ini adalah pagi yang kesekian di depan mading sekolah kami terpampang potret Kak Uwa. Teman–temanku selalu ramai membicarakanya. Mulai dari Kak Uwa yang cakep lah, Kak Uwa yanag pinter lah, yang inilah, yang itulah, apalah apalah itu. Tapi aku tak pernah tertarik dengan obrolan semacam itu meski aku juga mengenalnya. Aku mengenalnya sebagai seseorang yang istimewa bagi Kak Ajeng, kakak sepupu aku
                Sesedarhana itulah aku mengenalnya. Namun dari situlah kisah ini bermula. Membuat beberapa hal yang sederhana menjadi rumit. Hanya karena sesatu yang menurutku tabu
“Sesederhana itu aku mengenalnya Wi, cukup sudah” ucapku membuka pembicaraan
                “Tapi kenapa bisa serumit ini Fi?” timpal Uwi
                “Kalau kamu tanya seperti itu, itu sama saja kayak kamu tanya, kenapa banyak  pesawat yang jatuh diatas segitiga Bermuda? Ada banyak jawaban, tapi semua itu asumsi, tidak ada yang tahu pasti jawabanya”
                “Gak usah sealay itu bisa kan Fi, tumben banget kamu menggubris masalah beginian?” kata Uwi mencairkan suasana
                “Gara-gara ini Wi, aku bersitegang dengan Kak Ajeng, kakak sepupu aku” balasku malas
                “Terserah kamulah Fi, gak usah terlalu di pusingkan, toh kamu hidup juga bukan untuk mereka” katanya meyakinkanku
                                Akhir–akhir ini percakapan seperti itu sering terjadi antara aku dengan Si Uwi teman sebangku ku. Sejak satu sekolah selalu membicarakan aku dengan Kak Uwa. Aku tak habis fikir kenapa meraka begitu cepat meyimpulkan. Hanya karena mereka pernah melihat aku mengobrol dengan Kak Uwa di koridor depan kelas XII MIA 1, itupun cuma sat kali. Biasanya aku tidak terlalu memusingkan hal-hal seperti ini
                Tapi kali ini untuk kali ini  berbeda, aku jadi bersitegang dengan Kak Ajeng hanya gara-gara rumor bahwa aku dekat  denga Kak Uwa. Kak Ajeng lagi, aku gak habis fikir Kak Ajeng yang biasanya bersikap dewasa kenapa bisa berfikir sependek itu.
                Setelah satu minggu bertahan dengan keadaan seperti itu aku sampai pada batas kesabaranku. Aku tidak tahan dengan keadaan seperti ini. Aku tak suka bersitegang dengan Kak Ajeng, apalagi hanya karena cowok. Dengan mengumpulkan semua keberanian yang aku miliki, aku memberanikan diri bicara langsung dengan Kak Ajeng, memberikan penjelasan tentang sesuatu yang samar. Setelah satu hari sebelumnya aku mengirim sebuah surat.
“Kak aku datang ke rumah kakak untuk minta maaf sama kakak. Tentang Uwa itu cuma salah faham kak.” Ucapku saat tiba dirumahnya
“Sudahlah Fi. Setelah membaca surat dari kamu kemarin, kakak berfikir, kenapa kakak bisa berfikir sedangkal itu. Kakak juga mengerti jika selama ini, kamu tidak ada hubungan apapun dengan Kak Uwa.”
“Iya kak, maafin aku ya kak, aku nggak ingin kita bersitegang lagi kayak kemarin, nggak enak kak.” Kataku sedikit memelas
“Iya kakak juga minta maaf sama kamu.” Balasnya sambil tersenyum kepadaku
Itulah akhir dari satu kisah kecil dalam hidupku aku selalu tersenyum lebih lebar jika satu kisahku berakhir bahagia. Bukan hanya aku yang bahagia juga setiap orang yang berhubungan dengan ceritaku. Kisah yang sederhana namun tetap mengandung makna.
Untuk Kak Ajeng
Maafkan aku ya kak. . .
Rangkaian kata
Akan mewakili
Hati.Untuk kata maaf
Atas keselahan yang pernah terjadi
Jauhkan kita dari kesalah fahaman
Entah apa yang akan terucap
Namun jika maaf bisa menyelesaikan semua

Gantikan kesalahan  yang pernah terjadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar