Linda Maya Pratiwi
Keren
(?)!
Teng…teng…teng… saatnya istirahat…” bel sekolah
menderingkan suaranya pertanda berakhirnya jam ke 3-4. Bagaikan lebah,
murid-murid mendengung memenuhi ruangan. ruang kelas VII D berangsur sepi dan
senyap karena para penghuninya menukarkan rupiah yang di dalam kantong mereka
dengan beberapa makanan kecil.
Hari ini aku tak berkunjung
ke markas besar murid-murid kala jam istirahat tiba. Aku langsung meluncur ke
toilet yang berada di sudut timur sekolah. Aku membenahi jilbab putih berbodir
biruku, ditemani teman sebangkuku Laily. Dia membantuku menyatukan dua sisi
jilbabku dengan cemiti. Dia memandangi cara berpakaianku yang culun; rok diatas
pusar, lengan baju kukancingkan dan sepatu bot hitam.
“Lin, aku rasa rok mu
terlalu tinggi, coba kebawahin sedikit,” sarannya, “kamu gak keren kalau dengan
penampilan seperti itu.
“Rokku terlalu panjang, kalau aku jatuh? Maka dari itu
kukenakan tepat diatas pusar.” Jelasku.
“halah… kan bisa diangkat,
terus ponimu keluarin biar tamabah keren.”
Bak hewan peliharaan dan
majikannya, akupun menurut dengan semua saran Laily. Kukenakan rokku tiga
sentimeter di bawah pusar dan poniku kutampakkan. Dan saat itu aku
berpenampilan layaknya anak pembangkang dengan Jipon (Jilbab Poni) ku. Aku tahu
itu salah, mungkin waktu itu aku khilaf. Dan bel masuk sudah menderingkan
suaranya lagi. Murid-murid bergegas menduduki bangku-bangku dan mengikuti
pelajran.
“sst…ssst… lin!” desis
hasanah. Dia hanya mengacungkan ibu jarinya kepadaku. Dan itu membuatku menjadi
sangat percaya diri. Selama pelajaran aku hanya menundukkan kepalaku agar tak
ditegur guru.
Bel pulang dideringkan, ah…
akhirnya. Menurutku bel pulanglah dering terindah. Ku gendong ransel hijau
terangku dan pulang. Seperti biasa, aku berjalan kaki ke arah Kantor Kecamatan Lawang. Tak jauh dari
sekolahku mungkin hanya seratus meter ke arah
utara. Aku berjalan dengan dua temanku Laily dan Hasanah.
Kami berjalan menyusuri trotoar dengan
penampilan jipon kami. Semua mata tertuju pada penampilan kami, kamipun serasa
menjadi gadis karpet merah. Dan kamipun sampai di Kantor Kecamatan Lawang , aku
menunggu sendirian di sana. Sedangkan kedua temanku tetap menyusuri trotoar
menuju Pasar Lawang.
Panas terik menusuk, serasa
matahari tepat di atas kepalaku. Ditambah mobil merah gagah yang biasa disebut SPL tak kunjung dating. Selama
hampir dua puluh lima menit mobil itu tampak dari arah barat. Aku menatap mobil
itu dengan bibir tersenyum puas. Kulambaikan tanganku dan mobil itupun berhenti
tepat di hadapanku. Kuangkat kaki kananku dan memijaki bibir pintu, tak terasa
rokku terinjak oleh sepatu botku. Dan ‘JEDUG’ aku terjatuh dan kepalaku sukses
terantuk besi penyangga kursi penumpang. Semua penumpang melihat dan tertawa
geli kearahku.
Masih masalah yang sama,
suara dari kakak-kakak SMK yang mengatur jalannya suara. Suara itu semakin
membuatku ingin menangis malu. Tak tahu, yang aku pikir hanya ingin teriak tapi
apa daya aku hanya bisa bergumam ‘mbok ya
sudah, orang jatuhnya udah selesai kok’. Ku menutup wajah yang terlanjur
memerah dengan salah satu sisi jilbabku.
Keesokan harinya aku kembali
mengenakan rokku tepat di atas pusar, poni tak lagi kutampakkan. Kejadian
kemarin membuatku sadar bahwa terlihat keren
tak harus melanggar aturan yang ada, dan mengikuti kata hati sendiri itu
lebih penting dari pada harus mengikuti kata orang yang belum tentu benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar