Rabu, 22 Maret 2017

Linda Maya Pratiwi
Keren (?)!

Teng…teng…teng… saatnya istirahat…” bel sekolah menderingkan suaranya pertanda berakhirnya jam ke 3-4. Bagaikan lebah, murid-murid mendengung memenuhi ruangan. ruang kelas VII D berangsur sepi dan senyap karena para penghuninya menukarkan rupiah yang di dalam kantong mereka dengan beberapa makanan kecil.
Hari ini aku tak berkunjung ke markas besar murid-murid kala jam istirahat tiba. Aku langsung meluncur ke toilet yang berada di sudut timur sekolah. Aku membenahi jilbab putih berbodir biruku, ditemani teman sebangkuku Laily. Dia membantuku menyatukan dua sisi jilbabku dengan cemiti. Dia memandangi cara berpakaianku yang culun; rok diatas pusar, lengan baju kukancingkan dan sepatu bot hitam.
“Lin, aku rasa rok mu terlalu tinggi, coba kebawahin sedikit,” sarannya, “kamu gak keren kalau dengan penampilan seperti itu.
“Rokku terlalu panjang, kalau aku jatuh? Maka dari itu kukenakan tepat diatas pusar.” Jelasku.
“halah… kan bisa diangkat, terus ponimu keluarin biar tamabah keren.”
Bak hewan peliharaan dan majikannya, akupun menurut dengan semua saran Laily. Kukenakan rokku tiga sentimeter di bawah pusar dan poniku kutampakkan. Dan saat itu aku berpenampilan layaknya anak pembangkang dengan Jipon (Jilbab Poni) ku. Aku tahu itu salah, mungkin waktu itu aku khilaf. Dan bel masuk sudah menderingkan suaranya lagi. Murid-murid bergegas menduduki bangku-bangku dan mengikuti pelajran.
“sst…ssst… lin!” desis hasanah. Dia hanya mengacungkan ibu jarinya kepadaku. Dan itu membuatku menjadi sangat percaya diri. Selama pelajaran aku hanya menundukkan kepalaku agar tak ditegur guru.
Bel pulang dideringkan, ah… akhirnya. Menurutku bel pulanglah dering terindah. Ku gendong ransel hijau terangku dan pulang. Seperti biasa, aku berjalan kaki ke arah  Kantor Kecamatan Lawang. Tak jauh dari sekolahku mungkin hanya seratus meter ke arah  utara. Aku berjalan dengan dua temanku Laily dan Hasanah.
 Kami berjalan menyusuri trotoar dengan penampilan jipon kami. Semua mata tertuju pada penampilan kami, kamipun serasa menjadi gadis karpet merah. Dan kamipun sampai di Kantor Kecamatan Lawang , aku menunggu sendirian di sana. Sedangkan kedua temanku tetap menyusuri trotoar menuju Pasar Lawang.
Panas terik menusuk, serasa matahari tepat di atas kepalaku. Ditambah mobil merah gagah yang  biasa disebut SPL tak kunjung dating. Selama hampir dua puluh lima menit mobil itu tampak dari arah barat. Aku menatap mobil itu dengan bibir tersenyum puas. Kulambaikan tanganku dan mobil itupun berhenti tepat di hadapanku. Kuangkat kaki kananku dan memijaki bibir pintu, tak terasa rokku terinjak oleh sepatu botku. Dan ‘JEDUG’ aku terjatuh dan kepalaku sukses terantuk besi penyangga kursi penumpang. Semua penumpang melihat dan tertawa geli kearahku.
Masih masalah yang sama, suara dari kakak-kakak SMK yang mengatur jalannya suara. Suara itu semakin membuatku ingin menangis malu. Tak tahu, yang aku pikir hanya ingin teriak tapi apa daya aku hanya bisa bergumam ‘mbok ya sudah, orang jatuhnya udah selesai kok’. Ku menutup wajah yang terlanjur memerah dengan salah satu sisi jilbabku.

Keesokan harinya aku kembali mengenakan rokku tepat di atas pusar, poni tak lagi kutampakkan. Kejadian kemarin membuatku sadar bahwa terlihat keren  tak harus melanggar aturan yang ada, dan mengikuti kata hati sendiri itu lebih penting dari pada harus mengikuti kata orang yang belum tentu benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar