Kamis, 16 Maret 2017

Nuris Sa’adah
Mati? Hidup/ Obat Batuk?

Lapangan sekolah tampak begitu gersang, panasnya siang menambah kegersangan. Rasa haus melandaku yang sedang duduk didepan kelas, sambil menikmati pemandangan yang ada. Disini aku dapat melihat rumah megah Kyai Tholhah yang ada diluar gerbang tertutup oleh pohon besar disebelah pos satpam. Jalanan didepan sekolah tampak sepi tak ada kendaraan yang melintas, seorangpun tak ada, mungkin panasnya siang membuat mereka malas keluar. Hanya angin yang lewat dan para debu yang bertaburan. Tapi tunggu aku mendengar suara, sepertinya aku mengenal suara itu.Itu suara sirine mobil putih yang bertulis tinta merah “AMBULANCE.” Teringatku pada sebuah kisah.
Kala itu hujan deras, ditambah sang Zeus memainkan petirnya. Angin ikut mengayun-ayunkan air, hingga disini hampir sama dengan hujan badai. Aku yang duduk dan termenung di sudut ruangan, memojokkan diri dari ganasnya badai. Mendengar petir yang saling saut menyaut membuatku takut. Aku ingin pergi dari suasana ini. Kupegang dadaku, kurasakan jantung kumulai berdetak tak karuan, dag dig dug dengan ritme yang cepat. “DHUWARRRR suara petir yang keras mengagetkanku. Detak jantungku kini mulai berantakkan. Aku mencoba menyetabilkan detak jantungku ini dengan berusaha agar lebih tenang.Tapi sayang, nafasku melai tak karuan. Ku lihat telapak tanganku telah basah dengan keringat dingin, jangan sekarang, batinku. DHUUWWWAAAAARRRRRR!! Satu lagi bentakkan sang Zeus yang lebih keras dari sebelumnya dan aku mulai merasakan sulitnya bernapas.
                Oh tuhan dadaku terasa sakit. Aku selalu berusaha menghirup udara tapi aku tak bisa, aku merasakan antara hidup dan mati. Di tengah-tengah aku berusaha, seorang sadar akan keadaanku. Dia membawaku ketempat yang lebih aman, tapi tetap saja tidak membantuku. Pandanganku mulai buram, kulihat samar-samar banyak orang yang mengelilingiku. Aku tak memperdulikan mereka, kini aku hanya berfikir bagaimana aku bernafas.
                Aku merasa tubuhku terangkat, berjalan, menuju sebuah, entahlah, aku dimasukkan kedalam apa? Dari pandangan buramku, aku melihat sebuah ruangan kecil berwarna putih. Disana aku bersama seseorang tapi entah siapa. Dia memberi sesuatu di hidungku dan aku merasa sedikit terbantu. Aku terkapar lemas, ku rasakan ruangan kecil itu berjalan tapi aku tak tau kemana. Sebuah suara menyadarkanku, aku baru tau ruang kecil itu adalah “AMBULANCE.”
                Perlahan-lahan ku buka mataku, ku pandangi setiap sudut-sudut di sekelilingku. Ku rasakan ada sesuatu yang mengganjal di hidungku, ku lihat sebelah kananku ada dua tabung besar berwarna biru yang terhubung selang dengan benda yang ada di hidungku. Dimana aku? Pertanyaan itu muncul dalam pikirku. Belum sempat pandanganku menjelajahi ruang ini, sebuah suara menbuyarkan lamunanku.
                “Adik sudah sadar?” katanya dengan lembut. Aku hanya membalasnya dengan anggukan.
                “Kalau gitu minum obat duluya,” kata seseorang yang memakai jas putih dengan stetoskop di lehernya, dan kali ini aku tak membalas ajakannya dengan anggukan ataupun sepatah kata.
                Tak lama kemudian, sang dokter datang dengan membawa sendok dan sebuah botol, sepertinya botol itu adalah obat. Tapi tunggu, itu obat sirup? aku ini bukan anak kecil lagi, tapi mengapa aku masih diberi obat sirup? aku bisa minum tablet ataupun kapsul tapi kenapa aku malah di beri itu?, pikirku kesal. Tak perlu ku ceritakan bagaimana aku meminum sirup itu, tapi yang menjadikan ku geram adalah saat ku lihat botol itu. Saking iseng aku mengambil botol itu yang telah diletakkan dokter di atas meja sebelahku. Dextromethorphan HBr. Itu yang tertulis di sana, betapa kagetnya saat aku membacanya. Aku masih tak percaya dengan apa yang aku dapat, ku baca indikasi obat itu. Disana tertulis meredakan batuk. HELLOOW, aku sakit apa? Di beri obat apa?! Coba pikir gimana aku sembuh kalau diberi gituan.
Wajah kumulai melemas saat mengingat kejadian antara hidup dan matiku di tambah kejadian obat itu, membuat semangatku hanyut bersama kenangan itu. Pasti mobil itu akan melintas didepanku, aku malas melihatnya, batinku. Tapi tiba-tiba aku tertawa, menertawakan dugaanku yang keliru. Sumber suara itu bukan AMBULANCE tapi anak kecil yang bersepeda dengan diiringi sirine AMBULANCE yang ada pada sepedanya HAHA (gaklucuya -_-).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar