Senin, 27 Maret 2017

Muhammad Farid
Monster Air

Ada banyak hal yang mungkin sulit aku lupakan. Salah satunya adalah pengalaman pertamaku memancing ikan di sebuah pemancingan. Saat itu aku masih bocah yang duduk dikelas 2 SD.
Berawal dari matahari terbit dari timur dengan sempurna di hari Minggu, hari dimana aktivitas bocah-bocah favoritkan yaitu bermain dengan bahagia. Kuawali hariku dengan sarapan dan mandi pagi yang diringi suara ayam berkokok menikmati suhu sejuk di pagi hari.
Hari yang cerah untuk perasaan yang penuh semangat. Memang Mingu ini aku dan kawan-kawan sudah merencanakan untuk memancing di sebuah pemancingan di Song-song. Saat pertama akan memancing, dibenakku memancing kuanggap mudah, hanya melempar umpan dan menarik ikan. Pemancingan tersebut berjarak sekitar 100 meter dari kampungku.
Satu hari sebelum memancing, perlengkapan memancing seperti pancing, benang, kail dan lainnya sudah kupersiapkan. Tepat setengah tujuh aku berangkat ke rumah kawanku Adi untuk berkumpul dengan kawan-kawanku terlebih dahulu. Sampai didepan rumah Adi terlihat 4 kawanku, Alvin dengan tingkahnya yang konyol, Fatkul dengan topi berlambangkan partai PDI dan ‘Robot’. Robot adalah sebuah julukan kawanku Firman karena waktu kecil tingkah dan cara berjalannya seperti robot yang tak bisa dikendalikan. Terlihat mereka sedang asyik membagi sesuatu. Kudekati mereka, terlihat mereka sedang membagi umpan memancing yaitu cacing. Kutanya Robot kenapa kita memancing memakai umpan cacing kenapa tidak umpan lainnya. "Karena cacing adalah makanan favorit ikan dan juga makanan favorit Alvin" Jawab Robot. "Apalah kamu nih, muka cacing tak boleh banyak bicara" sahut Alvin. Setelah semua persiapan telah kami siapkan, keberangkatan kami ke pemancingan dimulai.
Perjalanan dimulai berjalan ke selatan melewati rumah-rumah dikampung kami yang dipenuhi warga yang sibuk dengan aktivitas pagi harinya seperti menyapu latar, menyirami tanaman hias, memberi makan burung di sangkar. Dua menit cukup untuk sampai di perbatasan kampung dan terlihalah sungai di depan mata kami, kami harus menyeberanginya tanpa jembatan. Kedalaman sungai tidak dalam hanya sebatas 10 cm di atas mata kaki kita dengan air yang tidak deras. Terlihat beberapa ikan sedang berenangi menikmati pagi Minggu yang cerah ini. Hanya sawah-sawah yang harus kami lalui setelah melewati sungai. Kami harus melewati jalan yang cukup kecil diantara sawah-sawah yang terhampar. Kamipun harus berjalan dengan berbaris karena jalan yang terlalu kecil. Selangkah demi sekangkah kaki kami melangkah hati-hati dengan diiringi kicauan para burung yang merdu dan hembusan angin pagi sejuk yang merambat di kulit kami. Tidak lama kemudian kami sampai di tempat yang kami tuju yaitu pemancingan Song-song.
Sebelum mulai memancing kami berunding tentang spot yang di anggap banyak ikannya. Robot adalah anak yang sudah hafal spot memancing terbaik di pemancingan ini karena ia sudah sering melakukan hobi memancingnya di pemancingan ini. Setelah sebentar kami berdiskusi kami berpencar mencari spot yang kami anggap spot terbaik.

Aku memilih spot bagian barat dekat pohon belimbing.  Sekaligus mencari tempat yang sejuk. Kulihat disekliling terlihat beberapa orang dengan wajah sabar menanti ikan muncul ke permukaan memakan umpannya. Kumulai memancing dengan mengambil cacing pemberian robot di plastik hitam. Kukaitkan cacing ke kail pancingku dengan hati-hati. Terlihat cacing menggeliat seperti kesakitan karana kutusukkan kail di perutnya. Mungkin ini adalah salah satu perbuatan kejam yang harus dilakukan saat memancing. Kulemparkan umpanku dengan mengayunkan ke atas pancingku dan terceburlah ke dalam air umpan segar. 3 detik setelah umpan kuceburkan, aku langsung mendapat pelajaran dari memancing. Rekor dunia baru mendapat pelajaran dalam waktu singkat. Bahwasannya memancing itu memang membutuhkan kesabaran yang besar, terlihat mudah di perkataan tetapi sulit dilakukan. Lima menit berlalu tetapi tidak ada satupun ikan yang mau menyantap cacing hasil kekejamanku. Disebelah utara dekat batu besar terlihat kawanku Robot mendapat ikan pertamanya hari ini, rasanya memancing ini tidak adil, dengan umpan yang sama tapi hasil berbeda. Terlihat wajah bahagia Robot memasukkan ikannya ke plastik yang di isi air. "Mana ikanmu? Mungkin semua ikan di sini membenci dirimu" teriak Robot kepadaku. Kembali ke pelajaran yang kudapatkan tadi selain sabar menanti ikan harus juga sabar mendengar ocehan Robot. Tujuh menit berlalu akupun tidak sabar lagi, ku goyangkan pelan-pelan pancingku beharap ikan tertarik menyantap umpan bergoyangku. Benar saja pancingku mulai terasa berat. "Aku dapat, aku dapat" teriakku. Pandangan semua kawan-kawanku tertuju pada pancingku. Kutarik dengan kuat pancingku, di pikiranku mungkin ini ikan besar yang lezat untuk di santap di rumah. Setelah kail terangkat ke permukaan air, ternyata tidak sesuai dugaanku. Bukan ikan yang kudapat melainkan sandal merah bertuliskan Swallow. Tawa kawan-kawankupun pecah terdengar di sekitar pemancingan. Dengan rasa malu kulepas sandal dari kaitku. "Lumayan ikannya buat di masak" teriak Alvin. "Pancing lagi Rid agar kamu dapat sepasang sandal, lumayan buat sarapan besok" ejek Robot. Tetap berpegang ke pelajaran yang kudapatkan, aku harus sabar memancing, sabar menghadapi ejekan kawan-kawan, dan sabar meratapi sandal yang memakan cacingku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar