Muhammad Farid
Monster
Air
Ada banyak hal
yang mungkin sulit aku lupakan. Salah satunya adalah pengalaman pertamaku
memancing ikan di sebuah pemancingan. Saat itu aku masih bocah yang duduk
dikelas 2 SD.
Berawal dari matahari terbit dari timur dengan sempurna di hari Minggu,
hari dimana aktivitas bocah-bocah favoritkan yaitu bermain dengan bahagia.
Kuawali hariku dengan sarapan dan mandi pagi yang diringi suara ayam berkokok menikmati
suhu sejuk di pagi hari.
Hari yang cerah untuk perasaan yang penuh semangat. Memang Mingu ini aku
dan kawan-kawan sudah merencanakan untuk memancing di sebuah pemancingan di
Song-song. Saat pertama akan memancing, dibenakku memancing kuanggap mudah,
hanya melempar umpan dan menarik ikan. Pemancingan tersebut berjarak sekitar
100 meter dari kampungku.
Satu hari sebelum memancing, perlengkapan memancing seperti pancing,
benang, kail dan lainnya sudah kupersiapkan. Tepat setengah tujuh aku berangkat
ke rumah kawanku Adi untuk berkumpul dengan kawan-kawanku terlebih dahulu.
Sampai didepan rumah Adi terlihat 4 kawanku, Alvin dengan tingkahnya yang
konyol, Fatkul dengan topi berlambangkan partai PDI dan ‘Robot’. Robot adalah
sebuah julukan kawanku Firman karena waktu kecil tingkah dan cara berjalannya
seperti robot yang tak bisa dikendalikan. Terlihat mereka sedang asyik membagi
sesuatu. Kudekati mereka, terlihat mereka sedang membagi umpan memancing yaitu
cacing. Kutanya Robot kenapa kita memancing memakai umpan cacing kenapa tidak
umpan lainnya. "Karena cacing adalah makanan favorit ikan dan juga makanan
favorit Alvin" Jawab Robot. "Apalah kamu nih, muka cacing tak boleh
banyak bicara" sahut Alvin. Setelah semua persiapan telah kami siapkan,
keberangkatan kami ke pemancingan dimulai.
Perjalanan dimulai berjalan ke selatan melewati rumah-rumah dikampung
kami yang dipenuhi warga yang sibuk dengan aktivitas pagi harinya seperti
menyapu latar, menyirami tanaman
hias, memberi makan burung di sangkar. Dua menit cukup untuk sampai di
perbatasan kampung dan terlihalah sungai di depan mata kami, kami harus
menyeberanginya tanpa jembatan. Kedalaman sungai tidak dalam hanya sebatas 10
cm di atas mata kaki kita dengan air yang tidak deras. Terlihat beberapa ikan sedang
berenangi menikmati pagi Minggu yang cerah ini. Hanya sawah-sawah yang harus
kami lalui setelah melewati sungai. Kami harus melewati jalan yang cukup kecil
diantara sawah-sawah yang terhampar. Kamipun harus berjalan dengan berbaris
karena jalan yang terlalu kecil. Selangkah demi sekangkah kaki kami melangkah
hati-hati dengan diiringi kicauan para burung yang merdu dan hembusan angin
pagi sejuk yang merambat di kulit kami. Tidak lama kemudian kami sampai di
tempat yang kami tuju yaitu pemancingan Song-song.
Sebelum mulai memancing kami berunding tentang spot yang di anggap banyak ikannya. Robot adalah anak yang sudah
hafal spot memancing terbaik di pemancingan ini karena ia sudah sering
melakukan hobi memancingnya di pemancingan ini. Setelah sebentar kami
berdiskusi kami berpencar mencari spot
yang kami anggap spot terbaik.
Aku memilih spot bagian barat
dekat pohon belimbing. Sekaligus mencari
tempat yang sejuk. Kulihat disekliling terlihat beberapa orang dengan wajah
sabar menanti ikan muncul ke permukaan memakan umpannya. Kumulai memancing
dengan mengambil cacing pemberian robot di plastik hitam. Kukaitkan cacing ke
kail pancingku dengan hati-hati. Terlihat cacing menggeliat seperti kesakitan
karana kutusukkan kail di perutnya. Mungkin ini adalah salah satu perbuatan
kejam yang harus dilakukan saat memancing. Kulemparkan umpanku dengan
mengayunkan ke atas pancingku dan terceburlah ke dalam air umpan segar. 3 detik
setelah umpan kuceburkan, aku langsung mendapat pelajaran dari memancing. Rekor
dunia baru mendapat pelajaran dalam waktu singkat. Bahwasannya memancing itu
memang membutuhkan kesabaran yang besar, terlihat mudah di perkataan tetapi
sulit dilakukan. Lima menit berlalu tetapi tidak ada satupun ikan yang mau
menyantap cacing hasil kekejamanku. Disebelah utara dekat batu besar terlihat
kawanku Robot mendapat ikan pertamanya hari ini, rasanya memancing ini tidak
adil, dengan umpan yang sama tapi hasil berbeda. Terlihat wajah bahagia Robot
memasukkan ikannya ke plastik yang di isi air. "Mana ikanmu? Mungkin semua
ikan di sini membenci dirimu" teriak Robot kepadaku. Kembali ke pelajaran
yang kudapatkan tadi selain sabar menanti ikan harus juga sabar mendengar
ocehan Robot. Tujuh menit berlalu akupun tidak sabar lagi, ku goyangkan
pelan-pelan pancingku beharap ikan tertarik menyantap umpan bergoyangku. Benar saja
pancingku mulai terasa berat. "Aku dapat, aku dapat" teriakku.
Pandangan semua kawan-kawanku tertuju pada pancingku. Kutarik dengan kuat
pancingku, di pikiranku mungkin ini ikan besar yang lezat untuk di santap di
rumah. Setelah kail terangkat ke permukaan air, ternyata tidak sesuai dugaanku.
Bukan ikan yang kudapat melainkan sandal merah bertuliskan Swallow. Tawa
kawan-kawankupun pecah terdengar di sekitar pemancingan. Dengan rasa malu
kulepas sandal dari kaitku. "Lumayan ikannya buat di masak" teriak
Alvin. "Pancing lagi Rid agar kamu dapat sepasang sandal, lumayan buat
sarapan besok" ejek Robot. Tetap berpegang ke pelajaran yang kudapatkan,
aku harus sabar memancing, sabar menghadapi ejekan kawan-kawan, dan sabar
meratapi sandal yang memakan cacingku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar