Ahmad Hanif Rizaldi
Senyummu
Bahagiaku
Cinta, apakah kau yakin dengan cinta?
Apakah cinta yang kamu rasakan saat ini adalah cinta yang sebenarnya? Apakah
cinta itu akan terus menjadi cintamu untuk selamanya? Apakah cinta tak pernah
membuatmu terjatuh? Jika iya, "Brak!!" suara tabrakan yang membuat
langkahku terhenti. "Aduh, maaf maaf, aku nggak sengaja" kata seorang
perempuan yang terjatuh karena menabrakku tadi.
"Oh, nggak apa-apa kok. Kamu baik-baik
saja kan? Sini, biar aku bantu" ucapku.
"Makasih" kata si perempuan itu
sambil menerima uluran tanganku.
Sesaat setelah berdiri dan kembali rapi,
perempuan itu langsung saja berlalu dan mulai mempercepat langkahnya. Aku
terdiam sejenak, memikirkan apa yang baru saja terjadi, mengingat-ingat kembali
sosok perempuan itu. Ingin ku kejar, tapi,
"Hey! Buruan! Ini jamnya Pak Bambang
loh." Suara dari belakang memanggilku.
"Oh, elu Yan, ayo." Jawabku. Kami
pun mulai melangkah menuju ke kelas yang jaraknya lumayan jauh dari gerbang
sekolah tempatku berdiri ini.
"Tadi itu siapa?" tanya Iyan di
selah-selah langkah kami. "Yang tadi? Siapa?" tanyaku kembali.
"Yahh, pura-pura bego', cewek yang nabrak
lo tadi itu siapa?" jelas Iyan. "Oh, cewek yang tadi? Gue nggak tau
juga tuh, ketemu aja baru tadi." Jawabku. "Oh, eh, tapi dia cantik
juga, kira-kira dia kelas berapa yah?"."Iya juga sih, tapi sudah lah,
nanti kalau ketemu lagi kita kenalan." Janjiku kepada Iyan. "Beneran
yah? Awas lo kalau kenalannya nggak ngajak-ngajak gue" ancam Iyan.
"Iya deh, gue janji" jawabku. Bel pulang telah berdering, gerbang
sekolah ramai dipenuhi dengan siswa siswi yang ingin pulang.
Tapi pandanganku tak berpaling lagi setelah
kulihat seorang wanita sedang terdiam manis di depan gerbang. "Wah, betul
kata Iyan, kau memang cantik" batinku. Perempuan yang berdiri itu adalah
perempuan yang menabrakku tadi pagi di gerbang sekolah. Ingin ku hampiri, hanya
untuk sekedar kenalan. Tapi, baru saja ku memulai langkah, ia telah di jabat
duluan oleh orang lain, dan ternyata orang itu adalah Iyan teman dekatku
sendiri. "Duh, katanya kalau mau kenalan harus barengan, barengan apaan
kalau kayak gini?" batinku. Terpaksa keinginan untuk berkenalan dengannya
harus ku tahan dulu, ini bukan waktu yang tepat menurutku.
Sesampai di rumah, otakku masih saja
memikirkan siapa sebenarnya wanita itu, apakah anak baru? Atau hanya aku saja
yang baru melihatnya?" cewek itu, namanya, siapa yah?" batinku. Rasa
penasaranku semakin menjadi-jadi. Di kamar kesayangan, ku coba mengingat-ingat
kembali paras wajahnya. Sungguh, dia memang menawan. Kulitnya yang putih,
rambutnya yang lurus terurai, matanya yang indah, apalagi jika ditambah dengan
ekspresi panik seperti tadi. Dia semakin cantik. Ada getaran aneh jika
memikirkannya. Padahal baru ketemu. Perasaan apa ini? Cinta? Ini tidak mungkin
cinta, tak secepat ini untuk jatuh cinta.
Hari telah berganti lagi. Seperti biasanya,
aku ke sekolah. Aku adalah siswa di salah satu SMA di kota Malang, namaku Adi.
Sekarang aku duduk di bangku kelas XI dengan umur 17 tahun, dan bicara tentang
hobi, aku lebih senang dengan hal-hal yang berbau
musik.
Di sekolah, suasana masih seperti biasanya,
pak satpam yang menjaga di gerbang sekolah, kepala sekolah yang selalu setia
mengelilingi setiap sudut sekolah, dan para wali kelas yang sibuk mengkordinir
anak muridnya. Tapi, ada satu yang beda. Entah kenapa di pagi ini ada panggung
kecil di tengah lapangan, dan di sana telah banyak orang yang berkumpul.
Dentingan suara mic mulai terdengar dari speaker, dan setelah itu terdengar
suara alunan gitar acoustic yang dibarengi dengan suara yang lembut. "You know all the things i said, you know all
the things that we have down, and the things i gave to you." Lagu Ten2five yang mengalun indah, memenuhi
seluruh lapangan sekolah. Terdengar enak dan merdu di telinga. Rasa penasaran
mulai menyerang pikiranku, ku perdekat langkah ke panggung. Ingin ku lihat
siapa yang menyanyi semerdu itu. Langkahku semakin dekat, dan dekat. Sehingga
bisa ku lihat jelas siapa yang bernyanyi di panggung itu." Itu kan cewek
yang kemarin?" tanyaku di dalam hati. Sungguh dia memang wanita yang
keren. Selain cantik, dia bisa main musik juga, sambil nyanyi pula. Salut!
"Gimana? Keren kan?" suara dari samping kanan membuatku spontan
menjawab tanpa menoleh "Keren banget!". "Kamu suka?" tanya
suara itu lagi, tapi kali ini ku respon dan dibarengi dengan menoleh "Elo
Yan? Ngapain kamu nanya-nanya gitu?". "Gini bro, soalnya semua ini
saran gue ke Alya, biar orang-orang tertarik masuk ekskul musik" jelas
Iyan. "Oh, gitu." Jawabku singkat. "Alya, nama yang indah."
Puji ku di dalam hati.
Tiba-tiba, suara lembut dari belakang
memecahkan obrolanku dengan Iyan. "Iyan, makasih yah atas sarannya,
mudah-mudahan setelah ini akan makin banyak yang ikut ekskul nanti".
"Eh, Alya. Iya, sama-sama" Jawab Iyan. Sambil menunjuk ke arahku,
Alya berkata. "Hm, kamu yang waktu itu kan? Yang aku tabrak kemarin? Aduh,
maaf aku terburu-buru soalnya.". "Eh, iya. Nggak papa kok".
Jawabku dengan sedikit grogi. "Kenalin, namaku Alya." Kata Alya
spontan sambil memberi uluran tangannya yang dibarengi dengan senyum yang
indah." Aku Adi, aku sudah tahu kamu kok dari Iyan." Responku sambil
membalas uluran tangannya. "Hehe, kalian sahabatan yah? Atau lebih dari
sahabat?" canda Alya. Belum sempat aku menjawab, Iyan langsung saja
menerobos. "Bener banget! Kita sering tidur bareng malah". "Wah,
klop banget! Kalian pasangan yang fenomenal, hehe" canda Alya lagi.
"Eh, nggak kok. Gue masih normal. Iyan aja tuh yang sering banget nyolek
pantat sesama jenisnya kalau di kelas” belaku yang tak ingin membuat Alya
menjadi ilfeel. "Iya deh, aku
percaya kok. Eh, aku duluan yah? Kayaknya banyak yang minat tuh, Daah?"
kata Alya sambil meninggalkan kerumunan penonton. "Daah." Balas kami
secara serentak. "Gile lu! Ngapain pake bongkar kartu segala?" kesal
Iyan kepadaku. "Yang buka kartu duluan siapa? Kamu kan? Dasar lo bocah
mesum!" Ejekku kepada Iyan dan berlalu meninggalkan lapangan menuju ke
kelas.
Sungguh, Alya memang cantik. Dia berbeda, tak
ada yang seperti dia di sekolah. Humoris, supel, dan baik. Wanita idaman para
pria. Mungkin aku memang telah jatuh cinta kepadanya. Sudah seminggu setelah
hari kenalanku dengan Alya. Dan karena kami satu angkatan, kami selalu berbagi
tentang pelajaran sekolah kami. Tak akan kusia-siakan kesempatan ini. Ini
adalah ajang yang tepat untuk mengenal Alya lebih jauh, dan untuk mencari tahu
apakah dia memang juga memiliki rasa terhadapku.
"Di, lo suka sama Alya yah?" tanya
Iyan di sela-sela jam pelajaran. "Suka? Nggak lah, terlalu cepat untuk
suka Yan, apalagi minat buat di jadiin pacar." Sangkalku. "Yang bener
lo?" tanya Iyan. "Yah bener lah." Sangkal ku lagi. Rasa ini tak
akan ku umbar kecuali jika Alya juga merasakan hal yang sama. Sedangkan yang
kulihat saat ini Alya tidak begitu memberi sinyal-sinyal yang sangat nyata.
Untuk yang kesekian kalinya, aku dan Alya bertemu lagi di jam istirahat sekolah
dan biasanya ngobrol dulu. Kami mulai sedikit akrab, sehingga Alya juga sudah
sering bercanda dan mulai bertanya tentang urusan pribadiku. "Eh, Adi.
Kamu kok ngomongnya cuma sama aku doang? Aku nggak pernah tuh lihat kamu ngomong
akrab dengan cewek yang lain. Pacar kamu mana?" sungguh, pertanyaan Alya
yang satu ini membuatku semakin berharap. "Hm, nggak kok, aku biasa juga
sih ngobrol sama yang lain. Tapi nggak ada yang senyambung kamu, hehe."
Jawabku dengan sedikit memuji. "Biasa aja kamu." Kumulai langkah
awalku, aku akan berkonsultasi kepada Iyan dan meminta sarannya. Baru kumulai
mencari Iyan, tiba-tiba dia langsung saja muncul dengan ekspresi yang sangat
ceria. "Adi, gue punya kabar gembira bro." Ucap Iyan. "Eh, gue
juga punya kali." Ucap kujuga yang ingin duluan ngomong. "Halahm
pokoknya gue dulu. Dan kabar baiknya adalah gue jadian sama Alya bro. Gue nggak
nyangka banget. Ternyata PDKT dan pengorbananku selama ini nggak sia-sia bro,
gila! Keren nggak tuh? Di taman gue nembak dia di depan teman-teman sekelasnya.
Dan langsung di terima bro. Eh, lo tadi mau ngomong apa? Cepetan, habis ini
langsung gue traktir lo makan sepuasnya di kantin." Jelas Iyan yang
ternyata telah jadian dengan Alya. "Wah, keren bro! Selamat yah!"
Responku. "Makasih bro. Nah, sekarang giliran lo yang cerita." Pinta
Iyan. "Eh, nggak jadi bro. Jam ekskul udah selesai. Gue ke kelas duluan
yah?". Alasanku ke Iyan. "Yah, nggak asik lo, trus
traktirannya?" tanya Iyan lagi. "Kapan-kapan aja yah? Gue duluan,
daah?" jawabku dan berlalu meninggalkan. Iyan dengan perasaan yang sangat
rapuh. Sungguh, ini mungkin egois. Tapi sangat sedih terasa jika mengingat
kembali pengakuan dari Iyan. Aku suka Alya, dan Iyan telah menjadi pacarnya
Alya. Apa yang harus ku lakukan? Mengatakan perasaanku kepada Alya? Tapi Alya
telah menjadi milik orang lain. Sesampai di rumah, yang ku lakukan hanyalah
pasrah. Pasrah atas cintaku yang telah pergi. Seandainya jika aku jujur
terhadap Iyan tentang perasaanku yang sebenarnya kepada Alya, mungkin nasibku
tak akan semalang ini. Kini, hari-hariku lebih banyak dipenuhi dengan kemesraan
antara Iyan dan Alya. Sakit memang, tetapi aku akan tetap tegar dan bertahan.
Alya, tak apa jika aku bukan milikmu. Tak apa jika bukan aku yang selalu
menemani hari-harimu. Dan tak apa pula jika bukan aku yang selalu membuatmu
tersenyum. Aku rela tidak menjadi milikmu, aku rela tidak bisa selalu berada di
sampingmu. Karena, hanya melihatmu tersenyum saja, itu sudah cukup.
Berbahagialah selalu, Alya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar